Bahtsul Masail: Apakah Hukum GOLPUT Dalam Islam?

Pertanyaan :

Apakah hukum golput dalam Islam, jika ternyata calon yang ada dinilai kurang memenuhi syarat ?

Jawaban :

          Tidak boleh GOLPUT dalam pandangan Islam dan harus memilih yang terbaik diantara yang ada, kecuali  Jika memiliki dzann (prasangka) bahwa pemilu itu tetap terlaksana dengan pelaksanaan orang lain yang sudah mencukupi maka boleh golput.

baca juga : Status negara Indonesia dalam Islam, sudah tahukah?

Prasangka dalam masalah ini adalah prasangkan yang kuat. Yakni prasangka yang disertai bukti bahwa pasti pemimpin yang baik akan terangkat tanpanya. Hanya saja suara masing-masing dari setiap individu dari setiap muslim sangat berarti dalam pemilu. Sehingga kiranya tidak pernah kita jumpai bahwa tokoh agama tidak ikut pemilu karena mempunyai prasangka bahwa yang lain sudah mencukupi. Karena kalau hanya sekadar prasangka sangat dikhawatirkan  bahwa yang terpilih adalah pemimpin yang berbuat dzalim, mengucilkan agama, dan mengubah Indonesia menjadi negara berasas non Islam.[1]

Referensi :

·         Al Ahkam al Suthaniyah hal 5

·         Sab’ah Kutub Mufidah hal 12

الأحكام السلطانية ص 5:

(فصل) فإذا ثبت وجوب الإمامة ففرضها على الكفاية كالجهاد وطلب العلم فإذا قام بها من هو من أهلها سقط فرضها على الكفاية وإن لم يقم بها أحد خرج من الناس فريقان أحدهما أهل الاختيار حتى يختاروا إماما للأمة. والثاني أهل الإمامة حتى ينتصب أحدهم للإمامة وليس على من عدا هذين الفريقين من الأمة في تأخير الإمامة حرج ولا مأثم. وإذا تميز هذان الفريقان من الأمة في فرض الإمامة وجب أن يعتبر كل فريق منهما بالشروط المعتبرة فيه فأما أهل الاختيار فالشروط المعتبرة فيهم ثلاثة : أحدها العدالة الجامعة لشروطها .  والثاني : العلم الذي يتوصل به إلى معرفة من يستحق الإمامة على الشروط المعتبرة فيها .  والثالث : الرأي والحكمة المؤديان إلى اختيار من هو للإمامة أصلح وبتدبير المصالح أقوم وأعرف

Artinya : Maka ketikan wajib menegakan imam maka fardlunya kifayah sebagaimana jihad dan menuntut ilmu, maka ketika sudah orang yang ahli dibidangnya berdiri menjadi imam Maka gugurlah kewajiban kifayah tersebut. Dan ketika tidak ada yang menjadi imam maka masyarakat memutuskan menjadi dua golongan ; ahli ihktiyar yang bertugas memilih Imam untuk masyarakat, dan ahli imamahh yang salah satu dari mereka akan menjadi imam. Dan tidak ada dosa bagi masyarakat- selain dua golongan di atas- dalam mengakhirkan imamah atau menegakkan imam.

Adapun ahli ilhtiyar maka harus menetapkan tiga syarat yang dianggap :

1.         Adil yang memenuhi syarat-syarat adil.

2.         Mengetahui hal yang bisa menjadi perantara untuk mengetahui orang yang berhak menjadi imam sesuai dengan syarat seorang imam.

3.         Pendapat dan kebijaksanaan harus dilakukan untuk memilih imam yang lebih patut, dan lebih kuat dan lebih mengetahui akan keberlangsungan kemaslahatan umat.

سبعة كتب مفيدة ص 12:

(والثانى وهو فرض الكفاية ) ما إذا قام به البعض سقط الحرج عن الباقين إن حصل المقصود بفعل البعض رخصة و تخفيفا و من ثم كان القائم به أفضل من القائم بفرض العين على الأصح قال إبن أبى شريف واعلم أن التكليف فى فرض الكفاية موقوف على حصول الظن الغالب فإن غلب على ظن جماعة أن غيرهم يقوم بذلك سقط عنها الطلب وان غلب أن كل طائفة لا تقوم به وجب على كل طائفة القيام به

Artinya : (Yang kedua adalah fardlu kifayah ) yakni perkara yang apabila sudah dilakukan sebagian orang maka gugurlah dosa orang lain ketika yang dimaksud sudah hasil dengan perbuatan Sebagian orang tersebut karena rukhsah(kemurahan) dan tahfif(mengenyangkan). Karenanya orang yang melakukan fardlu kifayah tersebut lebih utama dari pada orang yang melakukan fardlu ain menurut qaul yang lebih shahih. Imam Ibnu Abi Syarif berkata : ketahuilah bahwa taklif(beban) dalam fardlu kifayah itu digantungkan pada prasangka yang banyak. Apabila lebih banyak dalam prasangka suatu jamaah bahwa orang lain akan melakukan fardlu kifayah tersebut maka gugur tuntutan darinya. Dan apabila prasangka yang lebih kuat adalah bahwa semua golongan tidak ada yang memenuhi fardlu kifayah tersebut maka wajib bagi semuanya untuk memenuhi fardlu kifayah tersebut.

---

[1] Catatan admin

Share :

Tweet

More

Related Post