Hukum Mengingkari Janji Bagi Pemimpin Pemerintahan

Deskripsi :
Pesta demokrasi pilkada serempak 2015 segera tiba, oleh karena itu untuk tujuan mendulang suara rakyat, dalam masa kampanye para calon pemimpin pemerintahan seringkali mengumbar beragam janji yang menggiurkan. Setelah jabatan itu tercapai, karena berbagai sebab, belum tentu pemimpin pemerintahan itu mampu untuk menepati janji‐ janjinya. 
Sementara itu tidak ada mekanisme formal dari suatu institusi resmi yang mampu menagih janji‐janji tersebut. Karena itu, acapkali rakyat pemilih merasa kecewa sehingga enggan menaatinya, padahal Islam mengajarkan agar pemimpin wajib ditaati. 
Pertanyaan:
a)                  Bagaimana status janji yang disampaikan oleh pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik ?
b)                  Bagaimana hukum mengingkari janji‐janji tersebut? 
c)                   Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji? 
Jawaban : 
a.                   Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al‐wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al‐‘ahdu (memberi komitmen). Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut:
apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh).   Sebaliknya, jika ia menduga kuat tidak akan mampu untuk merealisasikannya maka hukumnya haram (tidak boleh). 
b.                  Apabila janji‐janjinya tersebut sesuai dengan tugasnya dan tidak menyalahi prosedur maka wajib ditepati. Sedangkan mengingkarinya merupakan perbuatan tercela (dosa), hukumnya haram. Dan wajib mengingkari janjinya apabila janjinya itu berupa fasilitas sebagai imbalan untuk memilih atau fasilitas negara yang dijanjikan kepada orang yang tidak berhak. 
c.                   Pemimpin yang tidak menepati jaji harus diingatkan, dan Menaati pemimpin adalah wajib, selama perintah dan larangannya bukan hal yang bertentangan dengan syariat meskipun ia tidak memenuhi janjinya. Apabila tindakannya tersebut demi kemaslahatan rakyat banyak (mashlahah ‘ammah) maka rakyat wajib taat lahir batin. Sebaliknya, apabila tindakannya tersebut tidak rangka mewujudkan kemaslahatan rakyat banyak (mashlahah ‘ammah) maka rakyat wajib taat secara lahiriyah saja. 
Refrensi :
تفسير الطبري - (ج 17 / ص 282(
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْآِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ آَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (91 (وَالصَّوَابُ مِنَ الْقَوْلِ فِي ذَلِكَ أَنْ يُّقَالَ: إِنَّ االلهَ تَعَالَى أَمَرَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ عِبَادَهُ بِالْوَفَاءِ بِعُهُودِهِ الَّتِي يَجْعَلُوْنَهَا عَلَى أَنْفُسِهِمْ، وَنَهَاهُمْ عَنْ نَقْضِ الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْآِيْدِهَا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لِآخَرِيْنَ بِعُقُوْدٍ تَكُوْنُ بَيْنَهُمْ بِحَقِّ مِمَّا لَا يَكْرِهَهُ االلهُ.
Artinya : Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah‐sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah‐sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.(QS. An‐Nahl 91) Pendapat yang benar dalam hal ini adalah : sesungguhnya Allah SWT, memerintahkan kepada hambanya lewat ayat ini untuk memenuhi janji yang telah mereka tetapkan atas diri mereka, dan melarang untuk merusak janji yang tidak dilarang oleh Alloh, yang telah mereka kukuhkan atas diri mereka terhadap sesamanya 
إحياء علوم الدين - (ج 2 / ص 329(
وَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ االلهِ صَلَّى االلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " لَيْسَ الْخُلْفُ أَنْ يَّعِدَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ وَفِي نِيَّتِهِ أَنْ يُفِيَ وَفِي لَفْظٍ آخَرَ " إِذَا وَعَدَ الرَّجُلُ أَخَاهُ وَفِي نِيَّتِهِ أَنْ يُّفِيَ فَلَمْ يَجِدْ، فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ "
Artinya :Sungguh Nabi Muhammad SAW.Bersabda : Tidak dianggap tak menepati janji jika seseorang berjanji dan dalam niatanya ingin memenuhinya.dalam redaksi lain : ketika seorang berjanji pada saudaranya dan dalam niatnya ingin memenuhi janji itu akan tetapi tidak bisa memenuhinya, oleh karenanya tidak ada dosa baginya.
الأحكام السلطانية - (ج 1 / ص 27(
وَإِذَا قَامَ الْإِمَامُ بِمَا ذَآَرْنَاهُ مِنْ حُقُوقِ الْأُمَّةِ فَقَدْ أَدَّى حَقَّ اللَّهِ تَعَالَى فِيمَا لَهُمْ وَعَلَيْهِمْ ، وَوَجَبَ لَهُ عَلَيْهِمْ حَقَّانِ الطَّاعَةُ وَالنُّصْرَةُ مَا لَمْ يَتَغَيَّرْ حَالُهُ .
Artinya : ketika seorang imam memenuhi hak haknya umat, maka ia telah melaksanakan hak hak Allah, yakni dalam memenuhi hak dan kewajiban umat.Oleh karenanya umat/rakyat harus melaksanakan 2 perkara    yakni taat dan ikut menolongnya. 
الفقه الإسلامي وأدلته - (ج 15 / ص 307(
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ أَوْ آَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُّؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ"(1.( وَلَا يَجُوْزُ الْخُرُوْجُ عَنِ الطَّاعَةِ بِسَبَبٍ أَخْطَاءَ غَيْرَ أَسَاسِيَةٍ لَا تُصَادِمُ نَصًّا قَطْعِيًّا، سَوَاءٌ أَآَانَتْ بِاجْتِهَادٍ، أَمْ بِغَيْرِ اجْتِهَادٍ، حُفَّاظًا عَلَى وَحْدَةِ الْأُمَّةِ وَعَدَمِ تَمْزِيْقِ آِيَانِهَا أَوْ تَفْرِيْقِ آَلِمَتِهَا،

Artinya : Mendengarkan dan mentaati atas perkara yang disukai atau tidak, kecuali jika perintah terhadap kemaksiatan, maka tidak wajib mendengarkan dan tidak wajib taat.Dan tidak boleh keluar / tidak mentaati pemimpin karena kesalahan yang bukan merupakan undang undang, yang tidak bertentangan dengan nash.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment